Sebaris kata yang sulit kuungkap
Padamu yang mencoba untuk hilang
Berusaha menjadi lebih baik
Walaupun rindu, mustahil untuk kuutarakan saat ini
Kuingat tatkala pertemuan kita belum ada
Berbagi kata dan kalimat
Hingga beraniku untuk ungkapkan perasaan
Tentu semua yang kuharapkan
Terkadang dalam sunyiku
Ingatanku berpikir, benarkah aku pernah disana
Saat - saat bersamamu
Seperti sebuah bayang dalam hayalan
Semua kita lewati begitu indah
Dari semua senyum dan bahagia
Hingga ada saat biarkan air mata
untuk sejenak membasahi pipi
Dan kini, disini didasar hatiku
Tetap kuharapkan kau kekasih hatiku
Seandainya kau dapat menyaksikan ini
Jangan musuhiku atas dasar pilihanmu
Biarkan aku disini dalam redup terang duniaku
Tetap mengharapkanmu
Karena kutahu Tuhan pun mengerti
Sayangku padamu takkan menggangguku pada-Nya
Kamis, 23 Desember 2010
Rabu, 15 Desember 2010
Setetes Embun
Setetes embun jatuh dikelopak mata
Mengajak perasaan kembali merasakan
Sebuah malam di bulan Juni
Malam disana aku dan sang dewi
Aku dan dia sang dewi
Berdua dalam deratan meja dan kursi
Diantara semua disana
Hanya dia sang dewi, kutatap wajahnya yang tenang
Sebilah pisau tajam terasa menusuk jantungku
Saat dia sang dewi membalas tatapan mataku
Dengan tatapan matanya yang lembut penuh kasih
Senyum merekah, menambah teduh wajahnya
Kurasakan sebuah kehidupan baru
Dalam tatapan sang dewi
Bukan hanya ombak air pantai beserta desirnya
Dalam dan luas lautan yang ada
Disitu aku tenggelam
Lembut pandangan sang dewi
Membuatku merasakan sebuah kekuatan
Tetapi, disitupun kurasa menjadi lemah
Sekejap terasa aku berada di dalam medan pertempuran
Tapi, kurasakan aku berada di alam bebas yang tentram
Tenang dan damai
Entah apa yang terjadi dalam gejolak hati
Bingung dengan semua yang kurasakan
Tapi yang kutahu dia sang dewi
Memberikan perasaan yang indah
Semua . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Setetes embun di pagi hari yang indah
Dia sang dewi ada disisi kurasa
Mengajak perasaan kembali merasakan
Sebuah malam di bulan Juni
Malam disana aku dan sang dewi
Aku dan dia sang dewi
Berdua dalam deratan meja dan kursi
Diantara semua disana
Hanya dia sang dewi, kutatap wajahnya yang tenang
Sebilah pisau tajam terasa menusuk jantungku
Saat dia sang dewi membalas tatapan mataku
Dengan tatapan matanya yang lembut penuh kasih
Senyum merekah, menambah teduh wajahnya
Kurasakan sebuah kehidupan baru
Dalam tatapan sang dewi
Bukan hanya ombak air pantai beserta desirnya
Dalam dan luas lautan yang ada
Disitu aku tenggelam
Lembut pandangan sang dewi
Membuatku merasakan sebuah kekuatan
Tetapi, disitupun kurasa menjadi lemah
Sekejap terasa aku berada di dalam medan pertempuran
Tapi, kurasakan aku berada di alam bebas yang tentram
Tenang dan damai
Entah apa yang terjadi dalam gejolak hati
Bingung dengan semua yang kurasakan
Tapi yang kutahu dia sang dewi
Memberikan perasaan yang indah
Semua . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Setetes embun di pagi hari yang indah
Dia sang dewi ada disisi kurasa
Jumat, 10 Desember 2010
Hadirnya
Dimana dia
Kutebak untuknya sebuah jawab
Selalu dan dapat kupandang
Tapi, dimana dia
Berhembus bersama udara
Datang dan perginya selalu ada
Selalu terasa dan sulit kulupa
Karena kubutuh hadirnya
Hanya dalam ingatan kini
Kudapat jumpai dia
Adanya entah dimana
Namun hadirnya selalu dihati
Langit biru yang terlihat
Ingatkanku akan dirinya
Yang selalu ada
Dimanapun kaki ini berpijak
Dalam sadar dan tidurku
Tak sedikitpun hal
Selalu ingatanku padanya
Hadirnya selalu dihati
Kutebak untuknya sebuah jawab
Selalu dan dapat kupandang
Tapi, dimana dia
Berhembus bersama udara
Datang dan perginya selalu ada
Selalu terasa dan sulit kulupa
Karena kubutuh hadirnya
Hanya dalam ingatan kini
Kudapat jumpai dia
Adanya entah dimana
Namun hadirnya selalu dihati
Langit biru yang terlihat
Ingatkanku akan dirinya
Yang selalu ada
Dimanapun kaki ini berpijak
Dalam sadar dan tidurku
Tak sedikitpun hal
Selalu ingatanku padanya
Hadirnya selalu dihati
Langkahku
Ujian dalam segenap perbedaan
Terhimpit dada berat terasa
Segala langkah menyeret paksa kaki
Memaksa qudrat memerah keringat
Dicelah kesempitan akal
Menggema suara hati
Yang tak pernah diam
Membisikkan semangat tak henti
Tetap cahaya itu terbias
Mendiamkan segenap suara rasional
Yang jahanamkan jiwa
Alirkan sisa - sisa harapan
Sejauh manapun penghujung
Kuingin tetap berjalan
Menapak jelas semua
Harap tetap bersama
Terhimpit dada berat terasa
Segala langkah menyeret paksa kaki
Memaksa qudrat memerah keringat
Dicelah kesempitan akal
Menggema suara hati
Yang tak pernah diam
Membisikkan semangat tak henti
Tetap cahaya itu terbias
Mendiamkan segenap suara rasional
Yang jahanamkan jiwa
Alirkan sisa - sisa harapan
Sejauh manapun penghujung
Kuingin tetap berjalan
Menapak jelas semua
Harap tetap bersama
Sebuah janji
Kutanyakan pada angin yang membisik
Tentangnya yang mengetahui
Tentang pikirnya akan panas yang terasa
Saat hati membeku terpaku
Kumengerti hingga tak kuharap
Dia berlalu berhembus pergi
Hanya terasa hadirnya sesaat
Namun berarti meski begitu adanya
Tak kudapat jawabnya
Hati tetap memohon
Hanya ucapnya yang selalu mengiang
Pertanyaan yang semestinya kudapat
Guncang batin diraga ini
Menyaksikan kebisuan matinya hakikat
Ronta berontak jiwa, hati dan pikiran
Tentang sebuah janji yang harus terbayar
Tentangnya yang mengetahui
Tentang pikirnya akan panas yang terasa
Saat hati membeku terpaku
Kumengerti hingga tak kuharap
Dia berlalu berhembus pergi
Hanya terasa hadirnya sesaat
Namun berarti meski begitu adanya
Tak kudapat jawabnya
Hati tetap memohon
Hanya ucapnya yang selalu mengiang
Pertanyaan yang semestinya kudapat
Guncang batin diraga ini
Menyaksikan kebisuan matinya hakikat
Ronta berontak jiwa, hati dan pikiran
Tentang sebuah janji yang harus terbayar
Untukmu Kawan
Baginya, kau adalah mentari
Kau usir malamnya yang gulita
Kau usir dingin malamnya yang membeku
Kau ukir senyuman dibibirnya yang telah lama terkatup
Bukan hanya padanya
Kau berikan kami warna
Ceriakan hari - hari kami yang penat
Terima kasih kawan
Maafkan dia, aku dan kami semua
Disaat kau harus ucapkan selamat tinggal
Kami tak berada disampingmu
Maafkan kami
Walau singkat waktu kita
Kami telah menyayangimu
Cintamu telah satukan kami
Kawan kami merindumu
Kini kau telah pergi selamanya
Tinggalkan kekasihmu disana
Tinggalkan kami sahabatmu
Semoga kau tenang dialam sana kawan
Riang senyummu abadi dihati kami
Selamat tinggal, selamat jalan kawan
Kau usir malamnya yang gulita
Kau usir dingin malamnya yang membeku
Kau ukir senyuman dibibirnya yang telah lama terkatup
Bukan hanya padanya
Kau berikan kami warna
Ceriakan hari - hari kami yang penat
Terima kasih kawan
Maafkan dia, aku dan kami semua
Disaat kau harus ucapkan selamat tinggal
Kami tak berada disampingmu
Maafkan kami
Walau singkat waktu kita
Kami telah menyayangimu
Cintamu telah satukan kami
Kawan kami merindumu
Kini kau telah pergi selamanya
Tinggalkan kekasihmu disana
Tinggalkan kami sahabatmu
Semoga kau tenang dialam sana kawan
Riang senyummu abadi dihati kami
Selamat tinggal, selamat jalan kawan
Kamis, 09 Desember 2010
Untuk Seorang Dewi Embun
Kau bukanlah tercipta sebagai bidadari
Tuhan tentukan jasad manusia untukmu
Surga bukanlah asalmu lalu turun ke bumi
Tapi,bumi keras ini dunia pertamamu membuka mata
Namun yang aku mengerti
Didalam hatiku kaulah bidadari
Menapakkan kakimu dibumi keras hatiku
Setelah kau ikhlaskan lembut hatimu
Kau terangi gelapku
Kau bangunkan tidur senyapku
Kau temaniku menata kembali hidup ini
Indah anugerah kurasa kau disini
Harapku kau akan tetap disini
Bersama sepanjang waktu yang tak terhitung
Membangun keagungan diatas keegoisan
menata keabadian ditiap keinginan
Kekasih hatiku
Belahan jiwaku
Kau dewi embunku
Ku mencintaimu diatas jalan menuju - Nya
Tuhan tentukan jasad manusia untukmu
Surga bukanlah asalmu lalu turun ke bumi
Tapi,bumi keras ini dunia pertamamu membuka mata
Namun yang aku mengerti
Didalam hatiku kaulah bidadari
Menapakkan kakimu dibumi keras hatiku
Setelah kau ikhlaskan lembut hatimu
Kau terangi gelapku
Kau bangunkan tidur senyapku
Kau temaniku menata kembali hidup ini
Indah anugerah kurasa kau disini
Harapku kau akan tetap disini
Bersama sepanjang waktu yang tak terhitung
Membangun keagungan diatas keegoisan
menata keabadian ditiap keinginan
Kekasih hatiku
Belahan jiwaku
Kau dewi embunku
Ku mencintaimu diatas jalan menuju - Nya
Tentang Hatiku Dan Hatimu
Bersama malam yang semakin larut
Ditemani cahaya kamarku yang meredup
Kududuk menyudut tuliskan puisi ini untukmu
Tuk pastikan hatiku dan hatimu
Kurangkai kata demi kata
Coba tuk satukan kekuatanku
Untuk dapat kunyatakan kejujuran hati
Dan berharap hatimu mengeja kata demi kata
Aku mencintaimu dan kunyatakan padamu
Melalui tarian huruf - huruf ini
Mungkin kamu jemu dengan ungkapan - ungkapanku
Namun ini bukan lagi goresan rayuan
Puisiku ini adalah pernyataan dan pertanyaan untukmu
Rangkuman singkat tentang cintaku
Sepanjang waktu yang takkan terhitung kusayangimu
Dan kini diantara kata - kata ini
Kutuliskan pengakuan hatiku padamu
Aku hidup saat kau percayakan hatimu untukku
Aku mencintaimu dan harus kutanyakan
Adakah tempatku kan abadi dihatimu
Aku menyayangimu dan kujanjikan
Demi cinta dan sayangku padamu kukan bertahan
Ditemani cahaya kamarku yang meredup
Kududuk menyudut tuliskan puisi ini untukmu
Tuk pastikan hatiku dan hatimu
Kurangkai kata demi kata
Coba tuk satukan kekuatanku
Untuk dapat kunyatakan kejujuran hati
Dan berharap hatimu mengeja kata demi kata
Aku mencintaimu dan kunyatakan padamu
Melalui tarian huruf - huruf ini
Mungkin kamu jemu dengan ungkapan - ungkapanku
Namun ini bukan lagi goresan rayuan
Puisiku ini adalah pernyataan dan pertanyaan untukmu
Rangkuman singkat tentang cintaku
Sepanjang waktu yang takkan terhitung kusayangimu
Dan kini diantara kata - kata ini
Kutuliskan pengakuan hatiku padamu
Aku hidup saat kau percayakan hatimu untukku
Aku mencintaimu dan harus kutanyakan
Adakah tempatku kan abadi dihatimu
Aku menyayangimu dan kujanjikan
Demi cinta dan sayangku padamu kukan bertahan
Sederet Kalimat Untuk Ibu
Cerita ini bukan sebuah dongeng
Bukan lagi tentang rengekan bayi
Bukan lagi tentang manjanya seorang bocah
Yang bisa ibu fahami
Tapi ini ungkapan seorang anak untuk sang ibu
Tiap tetes air mata sang ibu
Garis keriput kulit sang ibu
Gambaran tak lagi kuasanya
Dan dibalik mukena kusamnya
Ia sembunyikan kaki dan tangannya yang terluka
Ia bungkus rapat ubannya
Ibu ingin tetap terlihat tegar dan kuasa
Sabar menanggung beban
Ikhlas melapang jalan
Do'a mengiring langkah
Ma'afkan anakmu ibu
Kapan senyummu kembali lepas merekah kulihat
Tak ada lagi beban pikirmu
Menikmati karya peluhmu
Sebentar lagi ibu....................................
Terima kasih untuk semuamu ibu.................
Bukan lagi tentang rengekan bayi
Bukan lagi tentang manjanya seorang bocah
Yang bisa ibu fahami
Tapi ini ungkapan seorang anak untuk sang ibu
Tiap tetes air mata sang ibu
Garis keriput kulit sang ibu
Gambaran tak lagi kuasanya
Dan dibalik mukena kusamnya
Ia sembunyikan kaki dan tangannya yang terluka
Ia bungkus rapat ubannya
Ibu ingin tetap terlihat tegar dan kuasa
Sabar menanggung beban
Ikhlas melapang jalan
Do'a mengiring langkah
Ma'afkan anakmu ibu
Kapan senyummu kembali lepas merekah kulihat
Tak ada lagi beban pikirmu
Menikmati karya peluhmu
Sebentar lagi ibu....................................
Terima kasih untuk semuamu ibu.................
Langganan:
Postingan (Atom)